Senin, 15 November 2010

Pemuda Yang Terlalu (Sebuah Makian)

Didalam kamar beratap triplex dengan ceceran sampah sisa semalam dan mata - mata cape, seorang pecandu nikotin tengah diterpa kemalangan entah karena apa kemalangan itu . Hari ini tepat hari besar orang muslim, hari dimana hewan yang paling di muliakan oleh umat Hindu di sembelih. Segalanya serasa begitu penat, suara-suara yang didengarpun tiada yang terasa sedap, hanya sisa-sisa wewangian wanita yang sejak tadi sore bertamu di kamar ini yang masih terasa sepoy - sepoy. Sungguh merupakan pengobat rindu akan harum tubuh wanita yang sudah lama tidak pernah dia peluk. Dikala dunia seolah tidak adil toh itu karena keputusanya yang selalu memilih menjadi seorang pembangkang, pembungkam, keras kepala dan tidak mau diatur. Disisi lain ia merasa bangga, disisi yang lainya lagi ia mulai merasa terperosok terhina hingga sedina-dinanya. Entah apa arti dari semua keputusan yang diambilnya. Tantangan yang belum pernah pasti , dan begitu senangnya ia hidup dalam ketidak-pastian yang tidak akan pernah pasti-pasti dan pasti.

Perlahan mimpi mulai terlihat nyata, akan tetapi waktu memang terlalu mahal untuk disamakan dengan sampah organik dan non-organik. Jika memang hidup itu untuk mati apa yang harus kita ambil dari setiap kematian yang memang seharusnya belum mati, kematian hidup yang berbangkai, berbingkai, berbengkalai, berkelai, sudah marah jatuh tertimpa bukan tangga.

Mati itu bukan apa-apa semua itu karena beban yang dipikul dan tanggung jawab moral seorang pemuda yang tidak tahu dan tidak pernah bisa membahagiakan orang-orang yang dicintainya. Ia bungkam, ia diam, ia simpan seribu makian untuk dirinya sendiri. "untuk apa??", ia bertanya kepada Tuhan yang saat itu sedang memberinya kebimbangan yang memang sudah seharusnya ia di-per-bimbang-kan.

Bukan uang bukan juga peluang tapi hidup itu memang harus terus menerus berjuang. Berjuang melawan anjing-anjing, berjuang melawan matinya jasad yang lemah, lelah, letih, merintih dan tertatih - tatih.

Cukuplah ia berserah pada Tuhan tentang dunia, tentang hal yang tidak akan pernah kekal, kebahagian, kecukupan dan kesempurnaan kehidupan, ttang sesuatu yang tak akan pernah selamanya. Begitupun pada sebuah peristiwa yang saat ini ia maki, dan saat ini ia kenang, yang saat ini membuatnya galau, bimbang atau segala yang membuatnyakehilangan arti hidup. Sampah, sumpah serapah pupuk kompos.

Dia sedang gila dia sedang sulit untuk tertawa, dia ingin mabuk dan melakukan sebuah dosa, muak, muak,dan muak sejadi-jadinya. Akhirnya dia berkata kepadaku, 20 tahun lagi kau menua (dari kata dasar Tua), dua puluh tahun lagi belum tentu bisa kau nikmati semua asam manis ini.